“Tarling is Darling”, Festival Film Solo Dokumenter

 




Jujur saya bukan penggemar musik dangdut koplo 😅😅😅 tapi saya bekerja di dunia media yang mengharuskan saya untuk profesional bila ditugaskan untuk meliput hal apapun itu. Saya harus meriset tentang berbagai macam hal sesuai penugasan kantor. Kali ini saya meliput sebuah pemutaran film tentang dunia musik dangdut pantura. Bila melihat film seperti ini memang nyata adanya, mereka mempunyai sebuah kehidupan yang dimana orang-orang didalamnya mencari penghasilan dari dunia tersebut. Di sekitar kita ternyata banyak orang yang berada di dunia seperti mereka. 

Dunia dangdut koplo dan dunia hiburan karaoke bedane opo yo (aku ra mudeng 😅😅😅🏳🏳🏳)?Dunia iki unik dan macem2 yo orang2nya, aku ngertine koyo nonton the Police yen ra 86 😅😅😅. 

Membahas sebuah film dokumenter. Puncak acara Solo Documentary (Sodoc) Film Festival 2018 digelar selama 13 hari, Kamis-Sabtu (18-20/10/2018) di Gedung Kesenian Taman Balekambang. Ada banyak film dokumenter yang diputar. Salah satunya adalah film tamu berjudul Tarling is Darling karya Ismail Fahmi Lubis. Pemutaran berlangsung pada Kamis (18/10/2018) jam 19.30 WIB.

 

Apa itu Tarling is Darling?

Adanya saweran dan penyanyi dangdut  Pantura membuat orang-orang beranggapan atau identik dengan hal negatif. Namun, dibalik itu ada berbagai cerita menarik didalamnya. Contohnya tergambar di film Tarling is Darling. Film dokumenter ini menceritakan kehidupan nyata para pelaku seni pemusik dangdut Pantura.

Kabupaten Indramayu yang terkenal dengan Dangdut Pantura menjadi setting lokasi film ini. Karakter utamanya, Kang Jaham adalah seorang penulis lagu dangdut. Dia sering mengorbitkan beberapa wanita menjadi penyanyi dangdut. Hingga suatu hari muncul tantangan untuk menuliskan lagu bernuansa islami.

 

Proses Pembuatan Film

Setelah film selesai diputar, penonton diajak ngobrol bareng dengan Ismail Fahmi Lubis. Di sesi ini sang sutradara membeberkan proses pembuatan Tarling is Darling. “Ini film dokumenter. Saya hanya ingin ceritanya mengalir saja. Saya juga ingin menampilkan karakter yang nyata dan tidak dibuat-buat. Seperti Kang Jaham ini, saya menemukannya juga enggak sengaja. Ternyata Kang Jaham ini sudah memainkan musik sejak tahun 1979,” jelasnya.

Kabupaten Indramayu yang terkenal dengan Dangdut Pantura menjadi setting lokasi film ini. Karakter utamanya, Kang Jaham adalah seorang penulis lagu dangdut. Dia sering mengorbitkan beberapa wanita menjadi penyanyi dangdut. Hingga suatu hari muncul tantangan untuk menuliskan lagu bernuansa islami.

Ismail Fahmi Lubis membuat film dokumenter ini selama tiga tahun, tanpa kru dan dengan dana pribadi. Bahkan Kang Jaham awal mulanya tidak mengetahui akan membuat film seperti apa, dengan judul apa dan hasilnya bagaimana. “Saya hanya diajakin untuk main di film,” kata Jaham yang ikut datang waktu sesi ngobrol.

 

Pesan di balik film

Ismail Fahmi Lubis ingin menyampaikan pesan lewat filmnya. “Saya ingin menampilkan hubungan masyarakat Indramayu dengan musik seperti ini. Saya juga ingin menyampaikan pesan tentang islam Indonesia yang damai,” tuturnya.

Diputarnya Tarling is Darling di SODOC Film Festival 2018 karena sesuai dengan tema “Merekam Refleksi Keberagaman”.

Pekerjaan apapun yang dipilih pasti ada resiko dan tantangannya. Saya pun memilih bekerja di dunia media dengan lingkup yang luas dan bertemu dengan berbagai macam karakter orang, pastinya juga ada tantangannya tersendiri. Tetap jaga diri, niatkan bekerja, selalu berdoa, belajar dan mencari wawasan serta pengalaman yang positif saja. 

 

 

Komentar