5000 Penari “Jaranan” Bentuk Formasi Peta Indonesia di Solo Menari 2019

 

                                                         Gambar by Bhineka Nusantara 


Kali ini saya mendapat tugas meliput event Solo Menari di Hari Tari Dunia yang jatuh setiap tanggal 29 April. Di momen tersebut, warga dunia menampilkan kesenian tari khas daerahnya masing-masing. Di Solo kesenian tari menjadi salah satu warisan budaya yang memiliki nilai luhur untuk terus dirawat dan dijaga.

Menurut sejarahnya, World Dance Day atau Hari Tari Dunia diperkenalkan oleh Lembaga Tari Internasional CID-Counseil International de la Danse tahun 1982. Lembaga Swadaya Masyarakat ini mempunyai tujuan mengajak seluruh warga dunia berpartisipasi dalam menampilkan beragam tarian negara mereka. Bersama UNESCO, CID menjadi wadah bagi warga dunia untuk mementaskan pertunjukan tari dari budaya mereka. Dengan begitu, diharapkan semua generasi muda dapat terus melestarikan budaya melalui seni budaya tari.

Dikemas dalam format festival, peringatan Hari Tari Dunia dirasa dapat mempromosikan seni tari dengan cara meriah. Disini pengetahuan baru dapat diperoleh karena para seniman memiliki kesempatan untuk memamerkan karya, ada puluhan pertemuan Internasional peneliti tari, sejarawan dan kritikus. Kini, peringatan Hari Tari Dunia makin mendapat ruang dan diapresiasi masyarakat.

Di Hari Tari Dunia, Pemerintah Kota Surakarta menyelenggarakan event tahunan Solo Menari. Tahun sebelumnya (2018), menampilkan “Tari Gambyong Pareanom” secara massal dan tercatat oleh Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan kategori Penari Gambyong Wanita Terbanyak Se-Indonesia. Tahun 2019, Solo Menari mempersembahkan “Tari Jaranan” yang diikuti oleh 5000 siswa-siswi SD dan SMP se-Surakarta.




Jumat (26/4/2019), ribuan peserta Tari Jaranan melakukan latihan di Stadion Sriwedari. Meskipun panas menyengat akan tetapi tak menghalangi para peserta untuk berlatih. Latihan terus dilakukan untuk mempersiapkan para peserta agar tampil secara maksimal. Saya sempat bertanya tentang kesiapan para peserta kepada salah satu pembina. Salah satunya dari SMPN 2 Margantoro yang mengatakan, “Untuk persiapan sudah maksimal dengan latihan bersama di sekolah sejak bulan Maret. Mulai dari pemberian materi berupa video hingga praktiknya. Ada 116 siswa dari SMPN 2 dari kelas VII saja. Kami ambil tiap kelas 10 hingga 15 siswa,” jelasnya.

Bagian liputan paling seru disini, Senin (29/4) jam 3 sore, ribuan penari jaranan sudah bersiap di Stadion Sriwedari. Para penari sudah mulai melakukan formasi barisan. Mereka menggunakan kostum warna-warni. Kostum berwarna kuning berada disisi sebelah utara, kostum berwarna hijau disisi selatan, kostum berwarna merah berada di barisan paling depan dan kostum warna hitam dibagian belakang. Semua bersiap untuk menarikan tiga jenis tarian yaitu kuda-kuda, tarian jaranan dan tarian bersama dengan penonton.

Tarian pembuka adalah tarian kuda-kuda karya S Marini yang ditarikan oleh 50 penari putra. Lalu, Tarian Jaranan oleh lima ribu penari putra dan putri pun dimulai. Mereka tampak lihai dan bersemangat mengikutti gerakan tarian dari instruktur yang memberi tanda dari atas panggung. Uniknya lagi lima ribu penari jaranan ini membentuk tiga formasi yaitu peta Indonesia, tulisan Solo Kota Budaya dan Hari Tari Dunia 2019. Formasi apik ini akan terbaca, bila dilihat dari atas udara.

Acara dibuka oleh Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo dengan menyampaikan, “Tarian ini mempunyai filosofi yang bisa dicontoh untuk anak-anak. Kuda itu mempunyai tenaga kuat dan semangat besar. Mempunyai pandangan kedepan serta tidak tolah-toleh, harapannya anak-anak bisa mempunyai karakter yang sama ketika menjadi seorang pemimpin,” ujarnya.



Tari Jaranan adalah kesenian tradisional yang dimainkan dengan cara menaiki kuda tiruan atau jaran kepang. Tarian ini diciptakan oleh S Pamardi seorang Dosen Tari  Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Acara untuk memperingati Hari Tari Dunia ini turut melibatkan ribuan siswa-siswi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Kota Surakarta.

Dalam acara tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan Surakarta, Kinkin Sultanul Hakim mengatakan, “Tujuan diadakannya 5000 penari menari Tari Jaranan adalah mengembangkan ekonomi kreatif, mengembangkan budaya tari dan sarana untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air,” tuturnya. Acara Solo Menari 2019 juga mendapatkan rekor pagelaran tari jaranan kolosal dengan peserta terbanyak dari LEPRID (Lembaga Prestasi Indonesia Dunia). Pemberian piagam diserahkan langsung oleh Ketua Umum Leprid Paulus Pangka kepada Wali Kota Surakarta F.X Hadi Rudyatmo.

 

Solo Menari 24 Jam di Institut Seni Indonesia

Dalam memperingati Hari Tari Dunia, ada dua event yang digelar di Kota Solo yaitu Solo Menari 2019 yang menampilkan Tarian Jaranan dan Solo Menari 24 jam. Acara Solo Menari 24 jam digelar selama dua hari di Kampus Kentingan Institu Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Solo Menari 24 jam mengambil tema “Gegara Menari” yang menampilkan 6 penari utama selama 24 jam nonstop. Para penari tersebut diantaranya, I Nyoman Agus Triyuda penari asal Bali merupakan penari termuda; Pulung Jati Rangga penari asal Yogyakarta; Arbi Nuralamsyah penari asal Sukabumi; Darmasti, S. Kar, M. Hum Dosen pengampu mata kuliah tari putri gaya Surakarta dan mata kuliah vokal tari serta tata rias jurusan tari ISI Surakarta; Dr. Sri Hadi, S. Kar, M. Hum penari sekaligus Dosen Seni Tari ISI Surakarta dan Abib Habibi Igal penari asal Banjarmasin Kalimantan Tengah.

Ada 191 kelompok tari dengan kurang lebih 6000 penari dari seluruh penjuru tanah air dan beberapa perwakilan dari luar negeri, beserta 6 orang yang akan menari selama 24 jam nonstop. Kegiatan 24 jam menari ke-13 tahun 2019 digelar oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. 24 jam menari ISI Surakarta sebagai ikon Hari Tari Dunia telah menjadi barometer perkembangan dan dinamika tari di Indonesia. Gerakan 24 jam menari ini tidak hanya dilakukan di Kampus ISI Surakarta namun juga tempat-tempat lain seperti Yogyakarta, Malang, Bandung, Makassar, Semarang dan kota-kota lain di Indonesia.

 





Komentar