Bulan Desember lalu
terjadi sebuah kasus penembakan yang melibatkan laskar FPI dan anggota
kepolisian. Saya mengetahui berita ini melalui video channel youtube dan
menjadi trending nomor satu saat itu. Video yang berisi suara percakapan laskar
FPI saat terjadi insiden penembakan yang melibatkan anggota kepolisian.
Kasus
penembakan 6 laskar FPI (Front Pembela Islam) di tol Jakarta-Cikampek 50 Km.
Enam laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq tewas ditembak polisi Km 50 tol
Jakarta-Cikampek, Senin 7 Desember 2020. Adapun identitas keenam orang yang
tewas ditembak mati polisi, yakni M. Reza, Lutfhil Hakim, Akhmad Sofyan, M Suci
Khadavi, Fais dan Ambon
Komnas HAM
menyimpulkan terjadi pelanggaran HAM berupa unlawful killing atau extra
judicial killing (menurut Amnesty USA yaitu tindakan pembunuhan di luar
hukum yang dilakukan atas perintah pemerintah atau pihak berkuasa lain) terhadap
4 orang laskar FPI. Sementara, dua lainnya meninggal saat terjadi kontak tembak
antara laskar dan polisi. Komnas HAM kemudian menyerahkan rekomendasi kepada
Presiden Joko Widodo pada Kamis, (14/1) agar kasus itu ditindaklanjuti sesuai
peradilan pidana. Rekomendasi itu kemudian disampaikan ke Polri pada Kamis
(21/1). Namun, tindak lanjut dari kasus itu terkesan lamban karena Badan
Reserse Kriminal (Bareskrim) mengklaim masih menganalisis kasus tersebut.
Dilansir dari
bbc.com/Indonesia, kepolisian menetapkan enam anggota Front Pembela Islam (FPI)
yang meninggal dunia sebagai tersangka karena sebagai bentuk pertanggungjawaban
hukum. Pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyebut
langkah tersebut tidak lazim dalam hukum acara pidana. Ia menduga upaya
tersebut sebagai bentuk penegasan dan pembenaran bahwa yang dilakukan malam itu
benar dan memiliki dasar hukum. Agustinus menambahkan cara seperti itu tidak
tepat dan tidak lazim dilakukan karena sebaiknya cukup dengan memaparkan dan
menjelaskan kepada Komnas HAM atau lembaga terkait, tidak perlu sampai penetapan
tersangka kepada yang meninggal duni.
Komisioner Komnas
HAM , Beka Ulung Hapsara mengatakan penetapan tersangka dan SP3 merupakan
kewenangan penyidik. Beka berharap agar polisi menjalankan rekomendasi yang
sudah diberikan secara cepat. Komnas HAM telah memberikan seluruh barang bukti,
hasil temuan serta rekomendasi kepada polisi. Ia mengatakan “karena ini
menjadi prioritas dari Kapolri dan Kabareskrim yang baru, keadilan bagi korban
dan keluarga korban segera dihadirkan. Kami juga meminta agar polisi terbuka,
transparan dalam setiap proses penyelidikan penyidikan sehingga bisa diketahui
oleh publik dan publik tidak bertanya-tanya dan berspekulasi lebih jauh lagi,”
katanya. Tiga anggota polisi yang ada di mobil bersama empat anggota FPI yang
meninggal statusnya sudah jadi terlapor. Beka menunggu bagaimana kemudian status
terlapor ini dijalankan proses hukum, untuk kemudian jadi tersangka dan dibawa
berkasnya ke kejaksaan.
Kepala
Bareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Agus Andrianto mengatakan Kamis,
(4/3/2021) “untuk pertanggungjawaban hukum, bahwa proses terhadap
perbuatan awal kejadian itu tetap kita proses. Nanti kita SP3 (penghentian
penyidikan) karena tersangka meninggal dunia.”
Kepala Divisi Humas
Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, kepolisian sudah menerbitkan Laporan Polisi
(LP) soal dugaan adanya Unlawful Killing di kasus penyerangan Laskar FPI
tersebut. Saat ini, Argo menyebut, ada
tiga polisi dari jajaran Polda Metro Jaya yang sudah berstatus terlapor. Hal itu
sebagaimana dengan instruksi Kapolri untuk menjalankan rekomendasi dan temuan dari
Komnas HAM soal perkara ini. Setelah ini, kasus akan terus bergulir bagaimana
dan seperti apa nantinya, Mari kita tunggu???
Komentar
Posting Komentar