Daryono, Potensi Bisnis Pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition) di Kota Solo



Pertamane aku ora paham opo kuwi MICE??? Malah lagi krungu tentang MICE, aku wonge kudet lan kuper tenan. Baru mulai paham setelah dapat tugas dari kantor disuruh wawancara sama Pak Daryono. Saya buat janji bertemu lalu bertemu dengan seorang bapak-bapak di sebuah event kuliner. SICF (Solo Internasional Culinary Festival), salah satu event kuliner yang sukses digelar di Solo, ternyata beliau lah yang menggagas event tersebut. Bahkan event kuliner yang satu ini sudah kali kelima terselenggara dan selalu menjadi event yang ditunggu masyarakat Solo. 

Mari kita bahas tentang Bisnis MICE ini. Di Solo, Bisnis Pariwisata sudah berkembang pesat. Banyaknya destinasi wisata yang ditawarkan, membuat wisatawan domestik maupun mancanegara banyak yang datang berkunjung. Hal ini secara tidak langsung mendongkrak para pebisnis dibidang biro dan travel pariwisata Solo. Namun, kini ada satu bisnis pariwisata non-leisure yaitu MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition). Bagi saya yang masih amatir di dunia Event, MICE adalah sesuatu hal baru. Sepemahaman saya, bisnis MICE merupakan salah satu Event Organizer yang menawarkan jasa wisata yang dikemas seperti jasa insentif, Pertemuan Komunitas atau Acara Pemerintahan, Seminar, Pameran dll. Puluhan roda industri pariwisata di dunia akan berputar dengan baik karena ada event MICE seperti Professional Exhibition Organizer (PEO), Professional Conference Organizer (PCO), Stan Kontraktor, Freight Forwarder, Supplier, Florist, Event Organizer, Hall Owner, Percetakan, Transportasi, Biro Perjalanan Wisata, Hotel, UKM, Perusahaan Souvenir dll. Di Solo dengan wisata bisnis 50% dan leisurenya 50%, berbeda dengan Bali ataupun Lombok yang lebih dominan ke bisnis leisurenya.
Daryono yang juga Wakil Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) sudah puluhan tahun berkecimpung di industri pariwisata. Terjun di dunia Event Organizer sejak masih dibangku kuliah tahun 1991. Mengawali karir dibidang pariwisata menjadi seorang pemandu wisata (Tour Guide),  Pria kelahiran 18 Februari 1970 tersebut memutuskan untuk membuat sebuah usaha dengan sektor yang terbilang baru yaitu MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition). “MICE itu seperti sebuah Event Organizer pada umumnya tapi kami lebih bergerak ke wisata bisnis seperti menghandle seminar, pameran, meeting dll, ujarnya. Dengan konsep MICE, Daryono menggagas sebuah event kuliner Solo Internasional Culinary Festival). Beliau melihat industri kreatif, kuliner menempati sektor tertinggi termasuk 3 besar yaitu kuliner, fashion dan kriya. Salah satu yang menjadi alasan seorang wisatawan datang kesebuah destinasi adalah ketertarikan pada kulinernya disamping faktor lainnya. 

Acara SICF juga digelar sekaligus untuk mempromosikan jenis kuliner khas Kota tersebut agar lebih dikenal. Solo juga sudah dinobatkan oleh Kementerian Pariwisata tahun 2015 sebagai destinasi kuliner nomer satu di Indonesia. Saya juga sempat menanyakan pandangan Pak Daryono selama berkarir di Dunia Pariwisata. Beliau menjelaskan, “Saya sadar betul Solo ini kan kota bisnis belum kota wisata. Dengan kedatangan wisatawan masih dibawah 10%. Ini masih didominasi wisatawan MICE ke Solo terutama dari segmen government atau komunitas. Berbeda dengan kota seperti Jogja ataupun Bali yang sudah didominasi dari sektor destinasi pariwisatanya. Di beberapa negara lain sudah memiliki MICE, seperti Malaysia yaitu Malaysia Convention Bureau lalu Thailand punya Convention and Exhibition Bureau. Sementara di Indonesia ada namun masih jarang bisnis MICE Event ini. Padahal ini bisa menjadi salah satu pintu menarik  wisatawan domestik maupun asing untuk berkunjung,” jelasnya.
Daryono mulai bercerita potensi wisata yang ada di Jawa Tengah khususnya di Kota Solo. Beliau juga tergabung dengan komunitas kuliner dan komunitas keris, maka beliau lebih menekankan bahwa Solo lebih lekat dengan wisata khas budaya dan kulinernya. “Banyak daya tarik wisata di Solo, untuk pengembangan harus ada stagnasi dari berbagai pihak. Di Solo sendiri banyak terobosan baru dalam mengembangkan bisnis pariwisata namun kekurangannya terobosan yang lama belum teroptimalkan dengan baik. Bahkan bisa jadi akan ada museum yang cenderung termuseumkan (maaf) seperti museum Dullah misalnya. Mengembangkan wisata sebuah daerah harus mulai dibidik tiga atau empat tahun sebelumnya. Harapannya, mudah-mudahan tahun 2020 di Solo bisa jadi tuan rumah untuk event budaya tingkat internasional,” tuturnya. Berbincang dengan Pak Daryono sangatlah menarik dan menambah wawasan. Beliau yang sudah lama terjun di sektor pariwisata membuatnya memahami berbagai hal terutama tentang Bisnis MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition). Liputan paling seru yen isoh etuk ilmu macem-macem. 





Komentar