Kontroversi Rancangan Undang-Undang Permusikan di Indonesia


Sempat mencuat berita terkait kontroversi Rancangan Undang-Undang Permusikan beberapa bulan yang lalu. Sebanyak 260 musisi yang tergabung dalam koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menolak pengesahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan. Sebab, draf RUU Permusikan dinilai menyimpan banyak masalah yang berpotensi membatasi, menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik. Bahkan, sempat dibuat petisi penolakan RUU permusikan melalui www.change.org.
Selasa, 19 Februari 2019 digelar Seminar bertajuk mengukur logika RUU permusikan Republik Indonesia di di Gedung Teater Besar ISI. Acara yang diadakan oleh Himanoiska Etnomusikologi ISI Solo ini menghadirkan narasumber Ari Hamzah, Wendi Putranto (eks digital managing editor Rolling Stone Indonesia), Rahayu Kertawiguna (CEO & Founder Nagaswara Music dan Publishing Jakarta), Joko S. Gombloh (Kurator Kesenian Gamelan Solo) dari Etnomusikologi. Acara dipandu oleh moderator dari Etnomusikologi Joko Suyanto. 
Sebelum diskusi dimulai ada penampilan khusus dari Smaratantra yang menampilkan musik Banyumasan, Suku Dayak Bahau Kalimantan dan Bali. Seminar membahas dan mendiskusikan tentang draft RUU permusikan. Banyak masukan dan pertanyaan baik pro maupun kontra dari para peserta yang langsung dijawab oleh narasumber. Salah satunya Ari Hamzah menyampaikan aspirasinya terutama tentang musik indie. Masalah perundang-undang, masih revisi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ari Hamzah juga menilai dari sisi seorang musisi band indie dengan RUU pasal 5 akan menghambat kreatifitas serta nasib para musisi kedepannya (kalau seperti ini terus saya akan melarang anak saya menjadi seperti saya), bebernya sambil bercanda. Didalam diskusi, ada 3 penanya dari berbagai sudut pandang yaitu warga asing, seniman lokal dan musisi.
Salah satu pasal 18 berbunyi, “pertunjukan musik melibatkan promotor musik atau penyelenggara musik yang mempunyai lisensi dan izin usaha pertunjukan musik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.” Artinya pertunjukan ini tidak menjadi masalah bagi promotor pertunjukan musik besar lalu bagaimana dengan pertunjukan musik yang berada di ranah independen ataupun musik daerah.
RUU permusikan adalah sebuah rancangan undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia tahun 2019. RUU tersebut menuai kontroversi dimana koalisi penolak RUU Permusikan mempermasalahkan Pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50 dan 51. Pasal-pasal tersebut dinilai menimbulkan pasal karet dan menyudutkan industri musik Independen. Ruutolakpermusikan.com. 
Tujuan utama dari RUU Permusikan sendiri untuk melindungi dan mengakomodasi para musisi Indonesia dalam berkarya. Dengan adanya RUU Permusikan ini industri permusikan dapat diregulasi dan distandarisasi. Sehingga, kesejahteraan musisi dapat terjamin. Setelah bergulir selama dua tahun kini di DPR, akhirnya draf RUU Permusikan berakhir pada 17 Juni 2019. Kini, nasib RUU yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2019 ditarik oleh para pengusulnya (anggota DPR). Dengan demikian, draf RUU Permusikan dinyatakan dihapus dari daftar Prolegnas 2019. Kini tidak ada lagi suara pro dan kontra atas RUU ini.


                                                             https://nasional.kompas.com


Komentar