Anak
yang banyak bertanya menandakan kritis, cerdas dan kreatif. Baru kali ini saya
menghadapi siswa-siswi SMP-SMK yang kritis dan cerdas di Jakarta. English skill
mereka tergolong tinggi. Speaking mereka juga fasih, saya saja kalah mutlak
(ngeri-ngeri). Background orangtua mereka memang menengah keatas sehingga
kebiasaan dan fasilitas tercukupi. Bahkan ada beberapa wali murid yang
berkewarganegaraan asing. Lawong keluarganya saja orang asing yo pelajaran
bahasa Inggris seperti pelajaran bahasa sehari-hari justru saya yang malah selalu
shock mengajarnya hahahaha. Tetapi ini menarik saya jadi belajar mengajar
bahasa Inggris yang sebenarnya. Muridnya antar jemput mobil sedangkan gurunya
ngangkot wakakkakaka.
Saat
setiap menyiapkan materi saya selalu kebingungan karena sudah hampir semua
materi telah mereka kuasai. Ada juga yang menarik perhatian saya anak SMP yang
bahan bacaannya buku import full English kalau ngobrol pakai bahasa asing
(mahal banget buku import, bacanya juga mikir keras hohoho). Karena tempat saya
mengajar merupakan sekolah yayasan maka jenjangnya mulai dari
Kindergarden-Vocational Highschool.
Ada
tantangan lain dalam mengajar yaitu adanya anak berkebutuhan khusus yang
bercampur dengan siswa di sekolah umum. Ini sungguh memusingkan bagaimana cara
menghandle siswa dikelas. Saya masih belum mampu mengajar dalam kelas dengan
jumlah siswa yang cukup banyak. Pengalaman sebelumnya masih sebatas mengajar di
bimbingan belajar saja. Pemerintah memang mencanangkan bahwa anak berkebutuhan
khusus diperbolehkan untuk masuk sekolah umum. Hal ini untuk menghindari adanya
diskriminasi terhadap anak khusus, namun ada beberapa kendala yang harus
dihadapi guru dalam mengajar kelas campuran. Terkadang menimbulkan sifat tidak
adil bagi siswa normal apabila siswa berkebutuhan khusus diperlakukan berbeda
dalam pengajaran (seperti diberikan keringanan dalam penugasan). Bisa juga terkadang
memunculkan tindakan bullying terhadap siswa khusus tersebut.
Menjadi
seorang guru tidaklah semudah kelihatannya. Kalau sudah masuk kelas baru terasa
diuji kemampuan dalam mengajar. Tingkat kosentrasi siswa didalam kelas adalah
20 menit pertama. Saya terkadang sampai setres didalam kelas (banyak istighfar
hahahaha). Murid usia SMK adalah masa puber jadi wajar saja tingkah mereka
masih belum bisa terarah (ingat jaman sekolah dulu).
Semakin
kritis muridnya semakin bagus namun kritisnya itu terkadang tidak jelas dan
banyak alasan. Pernah ada yang bertanya, “kenapa
ya ditempat saya sekolah dulu sebelum pindah guru yang mengajar bukan dari
bidang yang ditekuni guru apa mengajarnya apa”. Lalu ada lagi siswa lain, “untuk apa sih belajar banyak mata pelajaran
memangnya nanti kalau sudah lulus trus kerja atau kuliah digunakan ilmunya.
Pernah juga saya menyuruh mereka untuk mentranslate bacaan ini untuk menambah
vocabulary mereka. Kemudian mereka menuliskan “bikin capek saja dan tidak berfaedah”. Padahal jawaban mereka
rata-rata sama hanya copy paste google translate. Ternyata anak seperti ini
memang pemalas, saya lihat catatannya masih bersih dan mereka hanya banyak
ngomong saja. Sebenarnya mereka bisa hanya sifat malasnya itu yang bikin gemas
dan harus sabar.
Guru
sepuh saja terkadang masih ditawar dalam penugasan apalagi guru muda (pemula)
seperti saya. Bisa dijadikan pepes atau sasaran empuk mereka, apalagi saya dari
daerah belum mengerti pergaulan dan gaya anak-anak Jakarta. Duh, saya malah
kadang kalah telak sama mereka saat berbaur dan ngobrol (buka kamus gaul ala
anak Jakarta hahaha). Kalau terlalu lemah jadi tidak ada wibawanya sebagai guru
kalau terlalu keras dikira guru kejam wkakakakaka.
Latar
belakang siswa juga menentukan bagaimana attitude para siswa tersebut. Saya
maklum keluarga siswa banyak yang bermasalah dan ada juga anaknya yang memang susah
diatur. Kurang perhatian dari orang tua juga banyak dan membuat anak menjadi
terlalu manja. Namun, saya juga menemukan siswa yang mandiri, rajin dan tekun
bahkan nilainya juga tinggi.
Saya
belajar dari guru sebelumnya yang menggunakan metode cukup menarik dengan
berbagai media agar para siswa berpikir lebih kreatif dan aktif. Saya masih
menggunakan metode lama sedikit ceramah dan mengerjakan soal LKS atau paket itu
cukup membosankan mereka sepertinya. Namun, saya juga terus belajar dan
berusaha untuk menjalankan pekerjaan saya saat ini sebagai seorang pengajar. Karakter
murid yang berbeda-beda cukup menarik dan saya rasa di sekolah manapun pasti
sama.
Menurut
Howard, ada 8 tingkat kecerdasan pada anak yaitu linguistik, logis-matematis,
spasial, kinestetik-jasmani, musikal, naturalis, antarpribadi dan intrapribadi.
Anak yang satu dengan yang lain berbeda (ada bakat masing-masing), bagaimana
menerapkan pembelajaran tersebut dan mengarahkannya dalam bakat mereka.
Mistakes
are proof that you are trying. To teach is to learn twice over, the lecturers
always improving their skill and knowledge.
Komentar
Posting Komentar