Pernah mendengar
istilah Verba Valent Schripta Manent, peribahasa latin kuno yang artinya “apa
yang terkatakan akan segera lenyap sedangkan apa yang tertulis akan menjadi
abadi.” Filsuf tersebut sederhana namun bermakna. Aku melihat, aku
mendengarkan, aku memahami, aku berpikir, aku membaca, aku menulis. Ada sebuah
artikel yang menyebutkan bahwa menulis merupakan strategi yang lebih baik untuk
menyimpan ide dalam waktu jangka panjang. Menulis juga mengkatifkan sel otak
untuk berpikir lebih kreatif.
Menulis berita
itu harus akurat, berdasarkan fakta, objektif dan tanpa memihak. Tugas wartawan
mencari, memilah, menulis dan menyerahkan kepada redaktur. Resiko bekerja di
media juga sangat besar. Saya akan berbagi cerita tentang pengalaman menjadi
seorang wartawan di media cetak. Saat itu, saya sudah sangat buntu ide dan
kesulitan mencari narasumber berita. Sangat susah mencari berita yang benar-benar
baru, unik dan sesuatu yang berbeda. Ada senior yang mungkin kasihan dan
memberi informasi mentah untuk dapat dijadikan berita. Saya menghubungi
narasumber terlebih dahulu untuk konfirmasi appointment disebuah kampus swasta. Saya bertemu dengan humas dan narasumber, dari awal sebenarnya saya sempat ragu apakah ini bisa menjadi sebuah berita karena kurang menarik. Tetapi
karena tidak ada bahan berita lagi, ya sudah itu saja dibuat bahan berita. Saya melakukan wawancara sangat singkat dan jujur saya belum paham secara
detail tentang apa yang narasumber katakan, bahkan saya hanya menanyakan
sedikit pertanyaan karena bingung. Saya hanya memahami sedikit dan menurut
pemikiran saya sudah sesuai, bodohnya lupa lagi tidak tanya contact person
narasumber. Padahal itu sangat penting, apabila ada bahan yang kurang jelas.
Malam harinya, waktu deadline menulis berita berdasarkan pers release dari
humas juga. Selesai menulis, sang redaktur memanggil beberapa kali hingga bosan
dan jengkel pastinya, karena saya menulis beritanya tidak jelas, arahnya
juga membingungkan, parah sekali wkakakaka...
Keesokan,
harinya perasaan memang tidak enak karena ada email dari humas yang mengatakan
kenapa berita tentang xxxx tidak sesuai. Sedangkan, narasumber sangat marah
dengan pemberitaan yang keliru tersebut. Panas, dingin dan bingung harus gimana. Akhirnya, memberanikan diri melapor ke
redaktur karena itu tanggung jawab redaktur tetapi kesalahan fatal saya. Saya berusaha menghubungi narasumber dan meminta maaf, serta akan melakukan berita
ralat tetapi narasumber terlanjur marah dan menutup telp. Saya membaca lagi
memang agak berbeda, duh kenapa bisa sebodoh ini, y Allah apa bekerja di media
memang resikonya seperti ini, pengen nangis maklum hatinya masih sangat lemah
saat itu hahaha. Saat itu wartawan senior yang selalu membimbing udah keluar. Desk saya hanya ada 3 wartawan terkadang wartawan lainnya juga cuti karena
sesuatu jadi harus menghandle. Padahal, y Allah saya masih sangat baru dan
belum paham betul, kenapa juga kalo mikir telmi (telat mikir) banget hahaha.
Ada rapat dan
wartawan ikut untuk mendengarkan dan menulis beritanya (iya fix saat itu saya
belum bisa bekerja, susah berkomunikasi, kurang kritis, belum bisa bekerjasama
dll). Rapat mendadak dan saya bingung mereka membicarakan tentang apa walaupun
saya sudah mendengarkan. Disitu saya merasa sangat tidak berguna terhadap
senior karena tidak bisa bekerjasama dan membantu. Saya berpikir kenapa susah sekali menanyakan pertanyaan dan susah sekali
memahami apa yang dibicarakan orang lain, terkesan menyalahkan keadaan dan
orang lain, serta kekanak-kanakan sekali berpikirnya jaman ijik labil hahaha.
Kesalahan kedua
lebih fatal, saya mendapat sms ntah dari mana ada berita menarik untuk diliput.
Saya datang kesana meliput dan menulis seperti biasa, keesokan harinya ada
panggilan dari kepala kompartemen mengabarkan bahwa berita yang saya tulis
salah parah luar biasa wkakakaka. Sore harinya
disidang oleh redaktur dan kepala, saat itu saya tidak bisa berpikir jernih
dan memang baru pusing. Belum lagi tiap hari biasanya ada
review berita dan mengumumkan kesalahan wartawan dalam menulis berita akibatnya
fatal. Narasumber datang ke kantor dan marah-marah karena kesalahan saya itu
sangat mengecewakan. Akhirnya, saya datang menemui
narasumber dan minta maaf. Sang narasumber mengatakan akan melaporkan ke pihak
yayasan atas kesalahan fatal ini, tetapi saya benar-benar sangat menyesal. Saya bercerita kalau saya juga alumni di yayasan yang sama di kota Solo. Alhamdulillah lagi tertolong berkat saya satu-satunya wartawan yang
tidak mau menerima uang amplop saat liputan, bukan munafik, polos atau apa. Saya selalu tanya kepada senior dan redaktur tentang uang amplop dan
wartawan tidak diperkenankan untuk menerima, gajinya aja udah lebih dari cukup
menurut saya untuk apa menerima uang panas.
Redaktur yang
menghandle tulisan saya super duper sabar hahahaha. Terkadang mereka malas mengedit
tulisan saya yang bertele-tele, singkat dan tidak jelas (parah sekali kan).
Hasil, tulisan yang terbit banyak diedit dan ditambah oleh redaktur, bukan asli
100% tetapi data lapangan dari saya.
Penulisan EYD,
pemahaman 5W+1H, teknik peliputan, teknik wawancara, penulisan feature,
penulisan lead, piramida terbalik, kurang kreatif, penyampaian ide kurang
semuanya sangat parah dan intinya gagal (duh, mbiyen bahasa Indonesianya remidi
terus pasti). Penulisan monoton dan terus berulang dalam lingkup itu saja tanpa
pengembangan. Saya harusnya membaca lagi tulisan teman-teman wartawan lain
dan tulisan penulis, agar lebih baik. Tetapi bila tidak melewati proses itu
semua saya jadi tidak banyak belajar. Ingat karya orisinil walaupun belum
sempurna itu jauh lebih baik daripada plagiat karya orang lain.
Setelah
kesalahan fatal itu pemikiran pertama keluar daripada membuat kesalahan lebih
parah lagi. Apabila, sudah kenal dengan humas akan sangat mudah mendapatkan
berita, mereka akan mengirimi pers release sebagai informasi dasar untuk para
wartawan. Agar lebih detail wartawan biasanya melakukan wawancara dengan
narasumber. Terkadang yang membuat tidak nyaman itu mereka berlebihan dalam
menyampaikan informasi. Mereka juga senang apabila menjadi berita bagus.
Tetapi, yang membikin bosan itu kenapa harus itu-itu saja yang menjadi berita. Semua
orang itu bisa menulis tetapi tidak semua orang bisa menulis dengan baik dan
benar (Edisi curhat ini).
Komentar
Posting Komentar