Saya bukan coffe lovers tapi saya
suka filosofi kopi yang mengatakan “Seindah apapun huruf terukir dapatkah ia
bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Dan
dari kopi itu sendiri kita belajar bahwa rasa pahit itu dapat dinikmati.”
Mengenai kopi saya jadi teringat
teman sekantor dulu yang rata-rata menyukai minuman berkafein tersebut. Hampir
tiap hari mereka suka “Cangkruk” istilah lain nongkrong. Saya sering diajak
untuk ikut tetapi saya selalu menolak, hingga mereka lelah untuk mengajak lagi.
Bukannya tidak mau ngumpul bareng-bareng tetapi saya terlalu males dan risih
harus nongkrong diwarung remang-remang dengan kepulan asap rokok. Saya menyebut
seperti itu karena warung tersebut memang kurang penerangan dan terletak
dipinggir kali kecil. Terserah mereka menganggap saya aneh atau apa. Saya lebih
suka makan dengan teman di kantin kantor atau diluar kantor walaupun terkadang
juga makan sendirian. Ini bukan berarti saya belum bisa move on dari kantor
lama tetapi saya hanya ingin berbagi cerita yang mungkin tidak penting hahaha. Mengupas
lebih dalam cerita sebelumnya tentang pembagian desk dan saya menempati desk
pendidikan. Saya memang masih sangat amatir terjun di desk ini, hanya beberapa
bulan saja. Jadi maaf bila terkesan sok
tahu dan sok paham hohoho.
Setelah pembagian, saya ikut tandem
wartawan senior bagian pendidikan untuk tahu teknik liputan. Saat itu saya
tandem mbak senior yang cukup agamis dan insyAllah cocok sebagai mentor. Dia
baru satu tahun lebih bekerja tepatnya angkatan diatas saya. Orangnya baik,
sabar, suka memberi banyak masukan dan agenda untuk liputan, maklum saat itu
belum punya relasi. Saat itu saya masih bingung apa yang harus saya lakukan,
mbak N tulisan beritanya bagus. Dia bisa memilah angle berita dengan tepat dari
peristiwa atau event yang berlangsung. Saya banyak belajar dari mbak yang satu
ini, terkadang lucu juga kalau mbak yang satu ini cerita tentang teman sekantor
atau cerita tentang sesuatu hal, ternyata mbak satu ini bisa gokil juga tidak
menyangka.
Lalu saya juga tandem dengan mbak
yang lebih senior lagi namanya mbak D. Awal mula tandem sama mbak ini biasa lama-lama
kok jadi horor ya. Mbak D orangnya sangat disiplin dan super perfect. Saya akui
senior yang satu ini tekun dan semangat banget dalam pekerjaan, itu memang
kunci kesuksesan ya sebenarnya. Saya pernah janjian untuk liputan jam 9.00
kalau tidak salah dan mbak D sampai lokasi on time. Sementara saya saat itu
terlambat 1 jam lebih skak mat ini. Tapi saya terlambat karena kesasar, saya
harus muter-muter mencari lokasi, menggunakan GPS pun tidak berguna karena HP
saya sering eror. Dalam perjalanan hampir beberapa menit mbak D ini telepon
dengan nada kesal, hingga dia bilang, “dek, kamu udah sampai mana? jangan
membuang-buang waktu ku ya” Kemudian ditutup telp’nya. Saya tahu mbak ini punya
agenda yang sangat padat bahkan mungkin menyaingi agenda presiden kali ya
hohoho. Saya juga salah terlambat lama sekali, lha mau gimana lagi saya juga
sudah berangkat 1 jam sebelum waktu janjian namun terkendala diperjalanan. Saat
itu hanya pasrah saja ketemu dengan mbak D dan minta maaf, perasaan sudah tidak
enak. Mbak yang satu ini memang udah pengalaman dan cerdas tapi kalau ngomong
cepet banget kayak diktator militer, saya kan otaknya lama memproses jadi terkadang
belum ngeh gtu apa yang disampaikan. Pernah tulisan saya diedit sama mbak ini
dan dia menyerah mengedit tulisan saya hahaha. Saya juga heran awal-awalnya
mbak ini biasa trus galak banget trus beberapa bulan sebelum saya resign
melunak lagi jadi biasa, bahkan membantu kasih informasi buat jadi bahan
berita. Tapi saya juga belajar dari mbak ini sikap displinnya dan antusias
dalam bekerja, cerdas gtu. Saya dengar dari teman bahwa mabk D ini sudah resign
karena ingin melanjutkan S2 dan mendapat beasiswa kuliah di luar negeri.
Mbak yang terakhir paling senior, sikapnya
bijaksana trus ke-ibuan walaupun terkadang kalau lagi deadline gak bisa diganggu
gugat. Mbak T ini udah sangat senior sekali, tulisan beritanya juga sangat
rapi, detail dan istilah-istilah yang digunakan juga bagus. Rata-rata mbak T
menghandle hard news di desk ini. Sabar banget mbak yang ini, saya pernah main
kerumahnya setelah resign dan orangnya welcome banget kalau udah dirumah sama
kayak ibu-ibu rumah tangga lainnya, jadi gak kelihatan kalau wartawati yang kritis.
Kebetulan wartawan desk pendidikan wanita semua hanya sang redaktur yang
laki-laki.
Redaktur saya namanya pak R, orangnya
ramah, halus, sabar, bijaksana dan gak pelit. Pak R terkadang mentraktir kami
para wartawati setelah habis rapat. Banyak banget ilmu dari pak R sebelum
pindah dan digantikan mbak A yang menjadi redaktur. Ini hanya perasaan saya
saja atau gimana, ntah saya merasa bahwa kerjasama didalam desk ini hanya
sebatas kerjasama pekerjaan, diluar itu seperti saling berkompetisi untuk
menunjukkan yang terbaik. Memang pekerjaan dituntut juga untuk saling
menunjukkan kemampuan terbaik agar diakui dan mendapat jabatan yang lebih. Saat
rapat besar seluruh desk untuk menentukan halaman depan akan ada pembagian
jatah menulis, kelompok desk saya kalem-kalem orangnya. Desk yang paling aktif
itu dari kriminal dan lifestyle, biasanya mereka mulai mencairkan suasana apabila
pembahasan mulai sunyi atau memanas. Membahas tentang redaktur pengganti pak R
adalah mbak A yang dulu menghandle desk lain. Saya pernah bertemu dengan mbak A
ini sewaktu test calon wartawan dulu. Sikap dan raut muka mbak ini orangnya
galak dan tegas. Tapi saya berpikir don’t
judge book by the cover, siapa tahu orangnya gak seperti tampangnya tapi
saya juga agak takut waktu itu. Memang benar mbak yang satu ini suaranya
menggelegar bagai petir saat menjadi redaktur. Saya berulang kali dipanggil
untuk merevisi tulisan dengan suara tegasnya yang membuat saya takut. Awal-awalnya
memang seperti itu cara mbak redaktur satu ini mengedit tulisan para wartawan
tetapi kalau dipikir-pikir memang gak masalah kan tiap orang beda-beda
karakternya. Lagipula redaktur orang yang sangat bertanggung jawab akan tulisan
yang terbit jadi wajar saja kalau memang harus detail begitu. Pernah waktu itu
ada sekeluarga yang datang ke kantor untuk minta diliput, dia mempunyai anak
yang mendapat penghargaan internasional. Dia ingin bertemu dengan wartawan desk
pendidikan agar anaknya bisa diliput. Saat itu wartawan senior sedang sibuk
menghandle tulisannya, sedangkan saya hampir menyelesaikan tulisan. Saya
disuruh untuk menemui keluarga tersebut, saya wawancara dan memang lumayan
penghargaannya. Ayah anak tersebut ngotot agar bisa terbit beritanya bahkan dia
rela membayar berapapun agar bisa terbit. Seketika niat saya untuk menulis
berita tersebut langsung hilang, menurut saya ini bukan berita kalau seperti
ini caranya. Apalagi keluarga tersebut berasal dari keluarga kaya dan
penghargaan seperti itu banyak yang bisa mendapatkannya kalau dari kalangan
atas. Saya bertanya dengan redaktur harus bagaimana tetapi sang redaktur malah
meyerahkan terserah kamu, “duh apa-apaan ini.” Kemudian saya bilang ke-keluarga
tersebut “kalau untuk urusan terbit atau tidaknya itu tergantung kebijakan
redaktur. Bila mereka ingin membayar lebih baik melalui bagian pemasaran saja
dengan berlangganan media ini atau silahkan menemui redaktur desk langsung,
saya disini hanya sebagai wartawan pencari dan penulis berita.” Keesokan
harinya ibu anak tersebut menghubungi penulis hampir 10x untuk menanyakan
tentang berita anaknya. Berita sudah menjadi bahan jual-beli, memang siapa sih
yang tidak suka menjadi terkenal dengan prestasinya tetapi bukan dengan cara
seperti itu menurut saya. Omzet pendapatan berita pun sebagian besar dari iklan
dan gajinya pun juga dari situ. Sehingga jangan heran bila sudah capek-capek
mencari dan menulis berita namun tidak tayang kalah dengan iklan. Bila ada
media dengan banyak iklan didalamnya sudah pasti omzetnya pasti besar katanya.
Desk pendidikan juga dibagi ke
beberapa bagian jadi tidak serobot lahan kecuali minta untuk membantu
menghandle. Saya bagian event, foto A, prestasi, penelitian di sekolah dan
universitas sedangkan senior menghandle isu tentang pendidikan. Tetapi saya
juga terkadang harus belajar membuat isu biar mikir gtu hohoho. Dalam satu hari
wajib menyetor minimal 3 berita digabung dengan berita senior untuk mengisi
satu halaman. Itu setiap hari harus ada berita kecuali bila iklannya banyak
saat itu.
Komentar
Posting Komentar