Suka Duka Menjadi Jurnalis..........



Cerita kali ini lumayan panjang (curhat πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…), saya mau berbagi pengalaman sewaktu menjadi wartawan. Sudah mencoba berbagai pekerjaan yang awal mulanya nyemplung di dunia jurnalistik pindah pekerjaan lainnya hingga akhirnya kembali lagi ke dunia jurnalistik. Memilih pekerjaan itu sama seperti memilih jodoh harus klik di hati, nyaman, nyambung, sepemikiran dan kalau dipikir-pikir penampilan lebih cocok jadi jurnalis saja. Tahun 2014 setelah menganggur 5 bulan akhirnya keterima kerja menjadi wartawan (lagi beruntung nasib'e iki kenapa bisa diterima πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…). Awal mula menjadi wartawan sangat berat selain fisik harus kuat, otak juga harus terasah. Satu minggu pertama kami para calon wartawan mulai ditraining dengan dua cara pelatihan materi dan lapangan. Kami para junior harus bisa beradaptasi dengan wartawan senior dan teman seangkatan. Pelatihan kelas berupa penyampaian materi oleh wartawan senior dan diskusi. Ini membuat shock dan kagum karena penyampaian materi dan pengalaman para wartawan senior sungguh menarik, sementara feedback dari teman-teman seangkatan juga menawan. Sempat merasa minder dan tidak yakin apakah akan bisa bertahan lama. Mereka mempunyai pengetahuan yang luas serta sangat antusias, itu yang membuat mereka banyak bahan untuk berbicara dalam forum diskusi.
Minggu awal kami diperkenalkan beberapa desk (terminologi atau bagian redaksi) yaitu desk metropolitan (Politic n Government, Education, Criminal, Around City, Life Style, Healthy); desk National (Economy, politic n government, International); desk sports and Entertainment atau Showbiz. Sebelum dimasukkan kedalam desk, para calaon wartawan akan terjun langsung ke semua desk atau istilahnya tandem. Kami dibagi beberapa kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 3-4 orang. Tandem awal desk ekonomi yang kebetulan waktu itu sedang ada agenda liputan untuk Seminar International Integrated Financial Economy Syariah. International Conference on Islamic Finance 2014. Di Hotel JW. Marriot dengan Pembicara 5 wakil delegasi pimpinan bank Internasional. Saya belum membawa kendaraan sehingga menggunakan moda transportasi umum. Saat menuju lokasi saya beserta kelompok janjian didepan kantor. Kami berangkat bersama karena masih buta tempat dan salah satu anggota kelompok ada yang berdomisili disana sehingga akan lebih mudah aksesnya. Acaranya sungguh menarik  diikuti oleh 15 negara, berisi OJK (Otoritas Jasa Keuangan), OJK menangani sentral keuangan baik teknik maupun non teknik misal bank Indonesia, BTN, BRI, koperasi. Dalam Ekonomi Bisnis dibagi menjadi 3 sektor Makro, mikro, sektoral. Misalnya, makro menangani seperti seminar, pertemuan delegasi beberapa negara tentang sistem perekonomian dll. Mikro lebih ke pangsa pasar yang lebih kecil. Sedangkan sektoral lebih spesifik. Seminar disertai diskusi tanya jawab tentang perbankan syariah antara Indonesia dan Malaysia. Moch. Muchlasin and chairman of Indonesian Islamic Microfinance Aries Mufti. Industri keuangan non bank (IKNB). Semua penyampaian menggunakan bahasa asing. Ada banyak orang penting berkumpul disini, saya bisa belajar mengenai masalah ekonomi dan perbankan secara gratis. Ini memang sungguh membingungkan karena saya tidak tahu sama sekali tentang hal ini. Wartawan senior yang menjadi tandem saya, dia mengajari cara menghandle liputan yang berbau permasalahan ekonomi. Sebelum meliput baca dahulu mengenai apa saja yang akan diliput, ini biar tidak kosong pengetahuan. Sehingga, saat akan mewawancarai narasumber lebih bisa mengimbangi dalam pembicaraan. Meliput bagian ekonomi itu enaknya rata-rata meliput ditempat yang sejuk (indoor) seperti dihotel, gedung, perkantoran dll. Ada susahnya, berita ekonomi merupakan berita yang cukup rumit apalagi menggunakan istilah-istilah perekonomian. Kalau melihat isu yang harus dikembangkan dalam berita cukup menguras otak, tetapi bila sudah terbiasa dan tahu ritmenya pasti lebih mudah dalam merunning news beritanya.
Tandem berikutnya politik dan pemerintahan kota oleh Kepala Perencanaan dan Pembangunan Kota. Kebetulan sang senior sudah membuat janji wawancara dengan pihak yang bersangkutan. Saya belajar etika cara mewawancarai pejabat pemerintahan. Saat itu sedang membicarakan tentang Green Building Awarness Award (Penghargaan bagi pemilik gedung-gedung akan kesadarannya dalam mengatur tempat agar ramah lingkungan) Misalnya diberi vertical garden, tanaman-tanaman didalam ruangan. Ini juga sebagai sarana edukasi pemerintah secara perlahan agar masyarakat sadar akan pentingnya ramah lingkungan. Dibeberapa bangunan disurabaya sudah mulai diterapkan. Green building council Indonesia. Politik ruang lingkupnya luas biasanya ngepost di pemkot, balaikota, juga kadang dilapangan memantau situasi keadaan kota. Sistem jalanan, transportasi, yang berhubungan dengan masyarakat umum. Para wartawan biasanya banyak yang melakukan wawancara dengan menggunakan media perekam handphone dll. Tetapi akan lebih baik mencatat menggunakan kertas atau note. Berbicaralah menggunakan bahasa yang sopan dan mudah dimengerti, menanyakan hal yang mengandung unsur 5W+1H itu sangat penting. Senior sudah kenal akrab dengan narasumber sehingga lebih mudah dalam mendapatkan informasi. Saya bisa kenal dan belajar dari pejabat pemerintahan walaupun masih tingkat kota tetapi itu sudah sungguh membanggakan karena tidak setiap orang dapat berbincang atau bersalaman dengan pejabat daerah. Ada hal yang menegangkan juga saat menjadi wartawan desk ini, harus sangat berhati-hati dalam pemberitaan jika salah sedikit atau memihak kesalah satu pihak maka urusannya akan sangat panjang karena berhubungan dengan kalangan atas.
Tandem kriminal, ini seru dan menegangkan. Kami menempati post di markas kepolisian, bisa polrestabes, polresta dll. setiap hari pasti ada saja kasus yang terjadi, ntah itu pencurian, narkoba, pembunuhan, pemukulan dll. Jujukan awal para wartawan adalah bagian humas tiap post. Saat itu kami langsung menuju ruang humas polrestabes dan bertemu kepala humas. Sistem kerja kepolisian investigasi telisik kasus, wartawan harus akrab dengan dunia kriminalitas ini berbeda dengan post ekonomi, politik dll. Cara berbicaranya pun terkesan nakal karena ini merupakan dunia kriminal. Jika ingin tahu lebih dalam maka kita harus bisa berbaur dengan semua kalangan mulai kepolisian, kepala humas, bagian narapidana, pengadilan dll. Tips yang diberikan oleh mas wartawan senior adalah "ngeloni" post maksudnya jika kita ingin mengetahui informasi maka kita harus lebih dekat dengan narasumber. Contoh senior pernah mewawancari orang yang sulit seperti bambang pamungkas, dia orang yang detail cara berpikirnya, bedakan dengan wartawan lain bila yang lain hanya sebatas itu maka kamu harus beda cari lebih dalam lagi. Pengalaman dikamar mayat juga pernah dilakukannya mulai mencari data dari berbagai pihak hal sedetail apapun yang belum didapatkan wartawan lain tetapi kita bisa maka itu poin tambahan untuk kita. Intinya berbaurlah dan kamu akan dapatkan beritanya. Kami memang masih canggung dan pasif mungkin karena masih adaptasi tapi menarik juga berada di post ini. Wartawan terkadang ikut turun langsung bersama tim investigasi, misalnya saat melakukan penggerebekan club malam, TKP kecelakaan dll. Cara menulis berita juga tidak boleh sembarangan, misal korban pelecehan seksual harus menggunakan nama samaran. 
Tandem Olahraga, ini post yang lebih santai tetapi harus selalu standby. Postnya di stadion, lapangan, gelora atau tempat-tempat pertandingan olahraga. Saya tandem ketika kejuaraan badminton tingkat daerah. Wartawan menuju ke tempat panitia perlombaan untuk mendapatkan informasi jadwal pertandingan. Ruangan yang penuh asap rokok dan pengap, memang kebanyakan yang menempati post olahraga juga wartawan cowok. Wartawan harus mengamati pertandingan yang berlangsung, tidak perlu semua pertandingan cukup mencari dan melihat angle kejadian untuk dijadikan berita. Saya juga sempat memperhatikan saat senior sedang melakukan wawancara dengan salah satu pemain. Saya agak heran senior ini niat membimbing atau tidak. Awal janjian terkesan misterius dan seperti tidak berniat, mungkin karena saya masih sangat amatir dan belum paham ritme kerjanya.
Setelah terjun kelapangan, sore harinya para calon wartawan kembali kekantor untuk pelatihan kelas. Ada forum diskusi, masing-masing kelompok menjelaskan apa yang mereka peroleh selama tandem. Dua minggu berlalu mulai masuk kerja, para calon wartawan mendapatkan meja kerja. Ruang kerja media sungguh unik tidak ada sekat antar desk semua satu ruangan bahkan saat dikantor tidak menggunakan nama asli melainkan nama pena. Saya bersebelahan dengan mas fotografer senior yang sangat jahil (alm. Mas Yuyung Abdi) dan mas layouter yang baik. Saya mendapat desk pendidikan mungkin sesuai background kali ya. Saat berada dikantor saya seperti mendapat ospek istilahnya. Hampir setiap hari pasti dikerjain, terkadang tas diumpetin di dinding atas y ampun, dikentutin, keyboard dicopot, Hp diumpetin sampai ke desk olahrahga. Kalau diingat-ingat lucu juga ya. Fotografer senior yang sudah ke berbagai tempat di Indonesia, saya pernah melihat beliau masih menyelesaikan thesisnya. Saya juga tanpa sengaja pernah membaca poster ada pelatihan jurnalistik kampus dengan HTM yang cukup mahal salah satu pembicara ya mas fotografer di samping, hebat juga ya tidak menyangka orangnya jahil tapi keren juga. Layouter samping terkadang suka ngajarin caranya bikin desain, edit gambar, olah data gambar di koran tapi karena terlalu cepat ngajarinnya terkadang saya bingung juga. Ada juga editor yang satu ramah dan judes juga tetapi wajar pengalaman mereka sudah sangat banyak. saya seharusnya bisa belajar dari mereka, jadi inget dulu temen pernah bilang kenapa gak dipikirin dulu kan kamu bisa belajar banyak disini sebelum keluar. Tetapi beberapa bulan memang pengalaman yang sungguh nano-nano hahahaha.
Seminggu satu kali ada rapat desk untuk menentukan boks dan lapsus, itu bikin sport jantung. Karena pasti semua harus mempresentasikan untuk mengisi boks. Tidak bisa sembarang juga dalam presentasi harus sudah wawancara, mempunyai data yang jelas lengkap dan tidak terkesan biasa. Rata-rata teman saya sudah mempresentasikan boks hanya saya yang belum. Bahkan banyak yang ingin membantu dengan memberikan cp informasi agar bisa dijadikan boks. Mencari berita kesana kemari belum ada satupun yang terbit. Ini seperti magabut (makan gaji buta) dan bikin down kenapa susah sekali πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…. Coba lagi dan lagi alhamdulillah akhirnya terbit juga walau telat kepiye iki. Redaktur penulis orang yang sabar dan bijaksana (Pak Roz), beliau sudah lama berkecimpung di dunia media cetak sehingga sudah sangat hafal dengan ragam berita. Saya membuat sebuah berita mengenai karya mahasiswa, redaktur mengatakan kamu harus menulis secara obyektif bukan subyektif. Ada masukan-masukan positif dan banyak sekali pembelajaran tentang tata cara menulis berita. Waktu deadline adalah waktu terhoror untuk para wartawan dan redaktur, kami harus bekerjasama menyelesaikan tepat waktu sebelum dikirim ke editor untuk segera diterbitkan. Untuk pengalaman saya saat liputan akan dishare di kesempatan lain.
Saat meliput dimanapun desknya pasti akan bertemu dengan wartawan dari media lain. Mereka sama tujuannya memburu berita dan mencari celah untuk mendapatkan yang pertama atau secara eksklusif. Ada ruang khusus untuk para media disetiap desk, bisa saling bertukar no Hp atau bergabung di group untuk mendapatkan informasi. Mereka bisa jadi teman bisa jadi musuh terselubung juga. Disini juga rawan salam tempel atau wartawan amplop jadi harus kuat iman, tidak semua juga yang mau menerima tetapi tidak sedikit pula yang menerima. Ada istilah wartawan bodrex atau wartawan palsu, ya dalam dunia media istilah tersebut tidak asing. Harus hati-hati dengan wartawan seperti itu, mereka mencari berita mengatasnamakan media tertentu atau membuat media sendiri yang abstrak. Setelah mendapat berita mereka meminta sejumlah uang sebagai imbalannya. Mejadi seorang wartawan itu sangat seru dan menantang, siapa yang tidak suka jalan-jalan gratis ke berbagai tempat, memperoleh ilmu dengan berbagai profesi secara cuma-cuma, bebas akses masuk ke event festival, bertemu dengan berbagai pejabat penting dan bertemu dengan berbagai macam orang menarik. The less you know, the more you believe. Journalism can never be silent, that is greatest virtue and its greatest fault. It must speak and speak immediately while the echoes of wonder, the claims of triumph and the signs of horror are still in the air (Henry Anatole Grunwald).



Komentar